Hattanomics
Saat ramainya kontestasi politik di bulan April lalu, warga Twitter diramaikan dengan cuitan dari cucu salah satu Bapak Bangsa – Bung Hatta yang berkomentar karena nama kakeknya ‘digadai-gadaikan’ saat kampanye pemilihan presiden. “Wah siap nih Gustika?” gw penasaran. Terus mulai kepoin beberapa video wawancaranya Gustika dengan Pangeran di channel YouTube Asumsi.
Setelah kepo, gw makin penasaran sama Bung Hatta! Sebab gw hanya kenal beliau sebatas sebagai Proklamator dan Bapak Koperasi. Tapi tidak kenal pemikiran dan kebijakannya. Mungkin gw pernah belajar di sekolah ya, tapi ko ga inget 😅
Lewat buku seri @tempodotco : Bapak Bangsa yang membahas Bung Hatta ini, gw akhirnya bisa sedikit lebih kenal beliau melalui tulisan khas Tempo yang mengalir dan terasa ringan untuk sebuah buku sejarah tokoh.
Dalam dua kata, gw bisa rangkum Bung Hatta adalah ilmu dan disiplin. Dalam buku ini digambarkan, beliau memiliki rasa hormat tinggi pada dunia buku dan ilmu pengetahuan. Beliau perlu kita jadikan tuntunan dalam berpikir dan bersikap. Beliau hasil didikan Barat tapi tidak kebarat-baratan. Ia meniru Barat soal disiplin dan tepat waktu, tapi tak terpengaruh “warna-warna” pergaulan Barat.
Salah satu penulis dalam kolom yang disertakan di buku ini menyebut kebijakan ekonomi Hatta sebagai Hattanomics yang terdiri dari tiga jurus: penguasaan aset oleh negara, kontrol terhadap usaha swasta, dan tumbuhnya perekonomian rakyat yang mandiri. Yang jurus terakhir, kita kenal dengan koperasi.
Tapi katanya, kebijakan ekonomi Hatta itu gagal. Salah satunya mungkin karena dijalankan setengah-setengah? Jika saja Bung hatta punya waktu lebih panjang, mungkin kita akan melihat hasil yang berbeda?
Ngomongin soal Koperasi, beberapa kali saya pernah baca tulisan-tulisan teman saya @msenaluphdika di Medium-nya yang bahas soal hal itu. Coba deh ditengok. Kapan-kapan kita ngobrol ya, Sen. .
Buku ini bisa dipinjam melalui @sawala.space atau cek katalognya di www.sawala.space/buku.